Sabtu, 05 November 2011

agama dan cinta


AGAMA CINTA Seseorang pergi ke pintu Sang Kekasih dan mengetuknya. Sebuah suara bertanya, "Siapa itu?" Ia menjawab, "Ini, aku." Suara tersebut berkata, "Tidak ada ruang untuk Aku dan Dirimu." Pintu itu tertutup. Setelah setahun menyendiri dan mengembara, ia kembali dan mengetuknya. Sebuah suara dari dalam bertanya, "Siapa itu?" Orang itu menjawab, "Ini, Engkau." Pintu pun terbuka untuknya. (Jalaluddin Rumi) Sufisme sering disebut "agama cinta". Tanpa melihat penampilan lahiriah madzhab-madzhab mereka, para Sufi telah menjadikan tema ini sebagai persoalan esensial. Analogi cinta manusia sebagai refleksi dari kebenaran sejati, begitu sering dinyatakan dalam puisi Sufi dan seringkali ditafsirkan secara harfiah oleh orang-orang non-Sufi. Ketika Rumi mengatakan, "Di mana pun engkau berada, apa pun kondisimu, berusahalah menjadi pecinta," ia tidak berbicara cinta sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri, juga tidak berbicara cinta manusia sebagai kemungkinan terakhir dari potensi manusia. Untuk mengarahkan diri kita sendiri, untuk merasakan suasana dari masa tersebut ketika pemikiran Sufi melalui puisi dan musik telah menyediakan semacam ragi bagi pemikiran Barat yang masih melekat kepada kita, kita bisa merujuk kepada Michelet, seorang ahli zaman Pertengahan Prancis. katanya. Gambaran yang yang diberikannya kepada kita itu jelas sekali memperlihatkan pengaruh Sufi. Bagian ini mungkin seluruhnya dimaksudkan untuk tujuan ini. Seperti Emerson dan Graves, keberadaannya itu juga menggarisbawahi pandangan intuitif Michelet terhadap suatu proses yang mendasari para penyair merasakan dorongan Sufi pada diri para troubador. Sebagai contoh, ia menceritakan kepada kita bahwa Dante dan St. Thomas Aquinas memandang setan dengan salah satu dari dua cara -- Pikiran aneh dan kasar. Cara lain adalah cara Sufi yang memandang setan sebagai "seorang pemikir yang pelik, teolog skolastik, ahli hukum yang suka membual". Pandangan terakhir ini selalu ditekankan oleh para Sufi: "Carilah Setan yang sesungguhnya dalam diri sofis skolastik, atau ulama yang pandai berkelit -- ia adalah lawan kebenaran." Sekelompok Sufi tengah membentuk suatu perhimpunan yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan amal mereka bagi pengembangan manusia menuju pembebasan diri. Seperti semua kegiatan Sufi, amal mempunyai tiga bagian. Individu itu sendiri harus hidup pada tataran pribadi tertentu dan mereka memiliki ideal ksatriaan zaman Pertengahan sebagai formatnya. Selanjutnya, hal ini memberikan kesempatan bagi pembentukan elit yang bisa terlihat. Keberadaan clan kemunculan elit ini memenuhi fungsi kedua --yaitu dampaknya bagi kemanusiaan secara umum. Cinta adalah "bilangan-pembagi" umum bagi manusia. Karena telah menembus rahasia-rahasia cinta dengan merasakan realitas sejati yang terletak di balik (dunia kasat mata), seorang Sufi kembali ke dunia (nyata) untuk menyampaikan langkah-langkah di Jalan itu. Mereka yang tetap mabuk di pinggiran Jalan itu tidak menjadi perhatiannya. Mereka yang ingin melangkah lebih jauh harus mengkajinya dan juga karya-karyanya. referensi: Mahkota Sufi: Menembus Dunia Ekstra Dimensi oleh Idries Shah Judul asli: The Sufis, Penterjemah M. Hidayatullah dan Roudlon, S.Ag. Penerbit Risalah Gusti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar