Selasa, 04 Desember 2012

KESELARASAN BERTAUHID DALAM AGAMA-AGAMA BESAR

Perbedaan ajaran agama seperti pada ajaran Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Khonghucu dan ajaran-ajaran agama lainnya memang jelas sekali aspek perbedaannya, akan tetapi hendaklah jangan sekali-kali kita mencari aspek perbedaannya, namun yang harus kita cari adalah persamaannya. Hal ini di maksudkan demi mewujudkan kedamaian hidup antar sesama makluk di muka bumi ini. Demikianlah kehendak Allah dalam menciptakan agama-agama-Nya dipermukaan bumi ini.

Yang paling sulit dalam mencari titik persamaannya di antara agama-agama Allah adalah antara agama Islam dan Hindu. Padahal Tuhan menghendaki para pemeluk dari kedua agama tersebut untuk berdampingan di permukaan bumi tercinta ini.Masalah kebenaran suatu agama di dunia ini, tak satu pun makluk berhak menghakimi nya.

Kini marilah sejenak kita lihat apa yang diajarkan Allah didalam kitab Wedha (kitab suci agama Hindu). Misalnya tentang pembagian kasta (status) kehidupan manusia didalam kehidupannya masing-masing. Didalam kitab Wedha dijelaskan bahwa kasta itu dibagi menjadi empat (4) kasta.. (1) kasta Brahmana ,...(2) kasta Ksatria....(3) kasta Waisya...(4) kasta Sudra (Paria).Sedangkan di dalam Islam kehidupan manusia itu juga dibagi dalam empat(4) face (maqom) Aulia, Ulama, Kasab dan Kehampaan.

Sesungguhnya di mata Allah tidak akan pernah ada anak dari seorang Ksatria lahir ke muka bumi ini langsung menjadi Ksatria.Begitu pula tidak ada satupun anak seorang ulama' yang langsung menjadi ulama'. Semua anak dari seorang Ksatria atau Ulama' pastilah lahir kemuka bumi ini seperti anak manusia pada umumnya, yaitu lemah tak berdaya dan tak memiliki apa-apa, bahkan namanya pun juga tidak punya (hampa)/sudra/paria). Kemudian anak manusia tersebut seiring dengan berkembangnya sang jasad, maka berkembang pula pola pikirnya. Dan kemudian seiring dengan perkembangan pola pikirnya tadi, maka sampailah dia ke alam Waisya (Kasab).
Di alam kasab inilah manusia akan digembleng Tuhan agar mereka bisa keluar dari kebodohan dan kelemahannya, dan dari sinilah mereka akan bisa memasuki alam Ksatria (Ulama').
Tanda (bukti seseorang telah menjadi Ksatria (ulama') adalah terletak pada moralitas kewaliannya (sikap pelindungnya), yaitu manusia yang telah menghabiskan hidup dan kehidupannya hanya untuk mewakili kepentingan Tuhannya dalam memayungi (mengayomi) sesama nya didunia. Dimana sikap dan sifat pengayomannya senantiasa dilandasi perasaan ikhlas tanpa pamrih dan juga tidak pandang bulu atas sesamanya dari bantaian (godaan) iblis dan kekuatan alam.Mereka dituntut menjadi manusia tangguh, adil, jujur, arif, dan penuh kasih sayang terhadap semua makluk.

Tidak bisa di sebut ksatria (ulama') apabila mereka masih belum bisa melindungi dirinya sendiri dari kuasa syetan, yaitu syetan nafsu (keinginan-keinginan pribadinya) yang tidak selaras atau tidak sesuai dengan keinginan Tuhannya.

Firman Allah:
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari bangsamu sendiri .Ia sangat berat memikirkan penderitaanmu, lagi pula sangat penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman (QS: Baraa-ah/at-Taubah: 128).

Seorang ksatria (ulama') adalah orang yang serius dalam perjuangannya untuk menyelamatkan dan membahagiakan sesama umat manusia (kemaslahatan umat rahmatan lil alamin). Jadi bukan manusia yang dikuasai oleh kepentingan pribadi atau kelompoknya saja. Sifat dan sikapnya yang Rahmatan lil 'Alamin atau sifat dan sikap mengasihi segenap makluk adalah merupakan pertanda mutlak seseorang itu sudah tergolong ulama' (ksatria) atau bukan. Karena itulah maka seseorang itu sudah bisa dikatakan ksatria (ulama') atau belum, hanya Allah yang berhaq mengetahui dan menilai pribadi masing-masing. Selagi manusia masih dihantui perasaan takut miskin, sakit, penjara bahkan neraka, maka jangan terlalu banyak mengharap mendapat predikat (gelar) ulama' atau ksatria dari Allah.

Puncak ketinggian harkat dan derajat manusia yang benar-benar utuh dimata Tuhannya adalah apabila sudah memasuki maqom (alam) Aulia atau Brahmana.

Seorang ulama' oleh Allah dituntut untuk fana' terhadap duniawi dan nafsunya yang muncul dari alam bawah sadarnya (fanaa-ud dun-yaa wa fanaa-un nafsi).
Demikian juga seorang ksatria dituntut untuk fana' (muksa). Yang dimaksud Tuhan dengan alam kamuksaan bukan berarti alamnya orang mati yang jasadnya menghilang (ghaib) dari pandangan mata manusia. Akan tetapi alam kamuksaan adalah suatu alam dimana manusia telah kehilangan sifat keinsanannya dan di ganti dengan sifat keilahian-Nya (kedewataan-Nya), maka pertanda mutlak seorang Brahmana adalah manusia dewata atau dewa dalam wujud manusia.

Islam mengajarkan setiap manusia untuk mencapai maqom kesempurnaan makluk (insan kamil). Lewat jalan syari'at yang di ajarkan oleh para rasulNya, yaitu syari'at (kaidah) yang haq di mata Allah. Setelah melewati jalan syari'at, maka kemudian manusia memasuki alam thoriqoh (tarekat) yang haq (benar) dimata Allah pula.
 Niat dasar manusia yang berthoriqoh adalah memohon ampunan selalu kepada Allah atau dengan kata lain bahwa berthoriqoh dengan tujuan memohon kepada Tuhan agar Dia mensucikan jiwanya.
Syari'at dan thoriqoh yang haq dimata Allah adalah syari'at dan thoriqoh yang sesuai dengan apa yang telah dikonsep-Nya dalam kitab-kitab suci-Nya.

Segala bentuk kegiatan thoriqoh tidak pernah diterima Tuhan apabila manusia mendasari thoriqohnya dengan segala sesuatu selain niat bertaubat.
Dalam perjalanan thoriqoh inilah maka Tuhan akan mengaruniakan ma'rifat-Nya. Ma'rifat adalah suatu alam tempat Tuhan menaruh ilmu-ilmuNya, dimana dengan ilmu-ilmu itulah manusia akan mengenal Tuhannya dengan pasti.
Kian tinggi ma'rifat seseorang, maka dia akan kian cinta, takut, dan malu kepada Allah. Dengan perasaan-perasaan itulah maka mereka mustahil menjadi orang yang sombong, atau menjadi orang yang suka dengan alam karomah (dikeramatkan) orang lain. Kian tinggi lagi ma'rifatnya seseorang, maka akan kian lenyap (muksa) sifat keinsanannya dan kemudian berganti dengan sifat ke-Ilahian yang sempurna .Apabila seseorang telah ada di maqom ini, berarti dia telah hidup di alam sufi-Nya (hakikat).

Manusia-manusia perkasa inilah yang dijadikan Tuhan sebagai tempat Tuhan bertajalli untuk membimbing makluk-Nya menuju hakikat hidup ber-Tuhan yang sesungguhnya.
Ketinggian alam sufi (brahmana) ini akan mendatangkan berbagai fitnah (prasangkah) bagi manusia awam.

Firman Allah:
Andai kata Kami jadikan Rasul itu dari jenis malaikat, tentunya Kami akan menjadikannya sebagai seorang manusia.Dengan begitu Kami buat mereka serba bingung, sebagaimana halnya mereka dalam kebingungan sekarang (QS: al-An'aam:9).

Dan Kami tidak mengutus para rasul sebelum kamu, melainkan mereka yang makan makanan dan berada di tengah-tengah pasar, Kami jadikan sebagaian dari kamu menjadi penguji bagi yang lain. Bertasbih dan sabarlah kamu . Dan Tuhanmu Maha Melihat (QS: al-Furqan:20).

 Ayat diatas memuat tentang adanya manusia berwatak malaikat (manusia malaikat) yang memiliki peran sebagai pintu manusia buat mengenal adanya Allah.
Mustahil manusia mengenal sesuatu bila tidak lebur dengan tulus ke dalam sesuatu yang ingin diketahuinya. Itulah sebabnya Tuhan meminta manusia agar tidak setengah-setengah dalam beriman,...

Pulau Dewata akhir  November 1997
Goresan ini ku persembahkan buat Bapakku tercinta semoga kita segera damai dalam perbedaan.

By; Antok Walet Ireng







Tidak ada komentar:

Posting Komentar