Jumat, 06 Juli 2012

KEBAHAGIAAN YANG HAKIKI HANYA BISA DIGAPAI DENGAN TAQWA



Iman dan taqwa adalah kunci bagi setiap orang, khususnya kaum religius ( agamis ) dalam menggapai alam ber-Tuhan yang sesungguhnya.
     Alam wujudnya taqwa (tawakkaltu ilal-laah), yaitu taqwa dengan penuh hati kepada Allah.
Firman Allah:
Yaitu orang-orang yang sabar, orang-orang yang selalu jujur, orang-orang yang patuh dan taat, orang-orang suka menafkahkan hartanya di jalan Allah dan orang-orang yang suka mohon ampun di larut malam (QS. Ali ‘Imran:17).
     Pada ayat di atas Allah memberi tanda (identitas) kepada orang-orang yang taqwa kepada Allah, yaitu bersifat sabar, jujur, patuh dan taat, suka menafkahkan hartanya di jalan Allah dan suka memohon ampun kepada Allah di larut malam.
     Yang di maksud sabar pada ayat di atas adalah orang yang selalu menerima segala anugerah Allah dengan sepenuh hati dan syukur. Apapun yang diterimanya dalam menjalankan hari-harinya, diyakini sepenuh hati sebagia rizki kekayaan yang datangnya langsung dari Allah sendiri. Sedang yang namanya kekayaan itu memiliki banyak warna, ada yang kaya harta (materi), kaya hutang, kaya sehat juga kaya penyakit. Tetapi semua itu adalah harta bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka apapun warnanya tetaplah akan mereka terima dengan sepenuh hati dan syukur.
     Sedang yang di maksud jujur dimata Allah adalah orang-orang mulia yang setingkat nabi. Salah satu bentuk kejujuran adalah orang yang tidak pernah menutupi kebusukan, kebodohan, dan kesalahan diri sendiri kepada siapapun. Misalnya bila dia seorang tokoh, maka dia akan menceritakan segala kekurangan dan kesalahan masa lalunya dengan jujur kepada pengikutnya.
     Lalu yang dimaksud dengan orang yang memiliki sifat patuh dan taat kepada Allah dan rosul-Nya adalah orang2 yang hidup dibawah realita Tuhan dan Rasul2-Nya. Dengan kata lain adalah orang yang tidak lagi menggunakan logikanya sendiri dalam menjalankan roda kehidupannya. Dalam segala gerak dan langkahnya selalu berdasarkan realita (kenyataan ketentuan aturan hokum) Allah dan rosulNya.
     Dalam menjalankan roda kehidupan sehari-harinya selalu mohon petunjuk kepada Allah dan rosulNya  lewat kitab2 –Nya dan juga yang telah jelas-jelas disunnahkan rasulNya. Secara otomatis hal yang demikian ini mustahil dilakukan oleh orang-orang yang tidak serius dalam memahami agamanya. Atau dengan kata lain bahwa hal yang demikian itu sangatlah mustahil dilakukan oleh manusia apabila mereka tidak memahami agamanya dengan benar . Padahal pemahaman terhadap agama Allah membutuhkan landasan yang tidak main-main, terutama terutama jiwa yang bersih dan jiwa yang disucikan Tuhan sendiri.
     Jiwa yang masih dipenuhi ego dan ambisi mustahil bisa memahami ajaran Allah dengan benar.
     Salah satu tanda dari orang-orang yang masih dikuasai ego dan ambisi adalah orang yang suka menyembunyikan kebobrokan (kebejatan) moralnya sendiri kepada sesama.
Firman Allah:
Sesungguhnya orang yang munafik itu menipu Allah dan Allah akan melakukan balas tipu kepada mereka. Apabila mereka berdiri hendak melaksanakan sholat, mereka berdiri dengan malasnya. Mereka kerjakan sholat karena ingin dilihat oleh orang lain saja. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali (QS. An-Nisaa’:142).
     Pada surat an-Nisaa’ ayat ke 142 diatas memuat tanda-tanda orang munafik, diantaranya (1). orang yang mengerjakan sholat tidak karena Allah (tidak ikhlas), akan tetapi mereka mengerjakan sholat karena ada keinginan yang tersembunyi yang ingin terpenuhi di balik shalatnya. Misalnya mengerjakan sholat karena ingin di puji orang lain, ingin mendapat harta yang banyak (kaya), ingin sehat, ingin sakti, ingin karomah, bahkan ada yang mengerjakan sholat karena ingin jadi wali….wewewewewe….Jadi sholat yang tidak karena cinta kepada Allah tetaplah di hukum tidak ikhlas. (2). Orang yang ketika dipanggil Allah lewat muadz-dzin tidak segera menghadap kepada Allah karena malas, padahal salah satu tanda bagi orang yang taqwa adalah orang-orang yang senantiasa menomorsatukan sgala urusan yang berkaitan dengan Allah. (3). Orang yang sangat sedikit sekali mengingat Allah, bahkan lupa.  Hal ini terjadi karena sibuknya mikirin urusannya sendiri termasuk segala urusan dunia sehingga lupa kepada Allah dan urusan_Nya yang diamanatkan.
     Ketaqwaan manusia baru terwujud apabila mereka telah menjadikan hari2nya sebagai hari2 Allah, sehingga sama sekali tidak memberikan kesempatan kepada dirinya sendiri untuk menguruskepentingan pribadinya. Dengan kata lain bahwa orang yang taqwa adalah orang2 yang telah melepaskan kepentingan pribadinya di dalam mengisi dari2nya dan kemudian menggunakan hari2nya tersebut hanya untuk mengurus urusan Allah yang telah dibebankan kepadanya.
     Alam wushulil-llah di sebut juga alam perjalanan menuju Allah. Tidak mungkin alam wushulil-llah ini bisa dilalui manisia apabila mereka hanya berbekal kekuatan nya sendiri. Tanpa campur tangan Allah atas mereka atau jika Allah tidak ber tajalli dalam jjiwa meraka, maka mustahil mereka mampu berjalan di dalan Allah.
     Jalan Allah adalah hak Allah sendiri dan Allah menyembunyikan jalan-Nya dari mata siapapun, juga termasuk mata para malaikat_Nya.
Firman Allah:
Lalu yang menempuh jalan pendakian itu hendak lah ia beriman dan saling berpesan untuk bersabar, dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (Qs;al- Balad:17).
     Ayat di atas Allah menunjukkan salah satu bekal yang harus dimiliki oleh manusia yang ingin mengenal dan berjalan di jalan Allah, yaitu menebarkan rasa kasih sayang kepada sesamanya kapan pun dan dimanapun dia berada. Dan sungguh mustahil manusia bisa menebar rasa kasih sayang kepada sesamanya selagi mereka masih mencintai dirinya sendiri.
     Ketahuilah bahwa manusia itu terpuruk di perut kelam bumiyang kotor, sedang Tuhan bertahta di puncak kemulyaan langitNya yang tinggi. Jalan yang benar2 menuju Allah pastilah mendaki dan jalan tersebut sangatlah mustahil bisa dilakukan oleh manusia secara physic.
     Fisik (ragawi) manusia hanyalah bungkus (selubung) jasad manusia, sedang jasad manusia yang sesungguhnya sadalah ruhnya.
     Ukuran baik buruknya perilaku manusia tidak cukup hanya diukur dari perbuatan ragawinya dimata Allah . Yang paling utama adalah kesucian sang jiwa (ruh). Apabila bila kita suka menyembunyikan kebusukan kita sendiri, maka mustahil Allah sudi mensucikan jiwa kita. Jika itu yang ter jadi, maka jangan berharap Tuhan sudi menerima amal ibadah kita……yezz!!!


Wassalam
Semoga Bermanfaat Terutama bagi pribadi penulis yang sedang belajar mengartikan bahwa SALJU ITU DINGIN DAN API ITU PANAS itu saja hehehehehehe….

By; Antok Walet Ireng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar